Essai Toleransi Antar Agama

 Toleransi Antar Umat Agama

Bangsa Indonesia terkenal dengan bangsa yang majemuk, ditandai dengan banyaknya suku, agama, bahasa, budaya maupun adat istiadat. Untuk masalah agama, bangsa indonesia bukan termasuk bangsa yang teokrasi, melainkan secara konstitusional negara mewajibkan warganya untuk memeluk satu dari agama – agama yang diakui eksistensinya sebagaimana yang tercantum dalam pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945. Yang berbunyi (1) Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya. (2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Di Indonesia terdapat enam agama yaitu agma islam, Kristen protestan, kristen katholik, hindu, budha, dan konghucu.  

Akhir-akhir ini marak diperbincangkan kasus tentang toleransi agama di tengah sibuk nya mahasiswa baru masuk kuliah. Dari beribu-ribu mahasiswa baru yang masuk tentunya memeluk agama sesuai keyakinannya mereka masing-masing. Nah di essai ini kita akan membahas bagaimana isu, cara seputar tolKeberagaman atau kehidupan dalam lingkungan majemuk merupakan sumber kekayaan budaya bangsa. 

Toleransi atau Toleran secara bahasa kata ini berasal dari bahasa latin “tolerare” yang berarti “sabar dan menahan diri”. Toleransi juga dapat berarti suatu sikap saling menghormati dan menghargai antar kelompok atau antar individu (perseorang-an) baik itu dalam masyarakat ataupun dalam lingkup yang lain. Sikap toleransi dapat menghindari terjadinya diskriminasi, walaupun banyak terdapat kelompok atau golongan yang berbeda dalam suatu kelompok masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat yang serba majemuk, berbagai perbedaan yang ada seperti dalam suku, agama, ras atau antar golongan, merupakan realita yang harus didayagunakan untuk memajukan negara dan bangsa Indonesia, menuju cita-cita yang diinginkan yaitu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam kitab agama Islam yaitu al - Qur'an terdapat ayat yang berbunyi “ lakum dinukum waliyadin” yang memiliki arti "untuk mu agama mu dan untuk ku agama ku”. Di ayat ini sudah jelas disebutkan tetapi masih bisa untuk dijelaskan maupun ditafsirkan bahwa Di persilahkan seseorang memilih agama dan kepercayaannya masing-masing. Manakala sikap dan pandangan itu diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh pemeluk agama, maka sebenarnya tidak akan terjadi masalah. Dalam Alquran surat Al Kafirun menjelaskan tentang tidak adanya bentuk kompromi untuk mencampuradukkan ajaran agama. Khususnya pada ayat 6, di mana ayat tersebut berisi seruan untuk menentang segala bentuk perbuatan selain ibadah kepada Allah SWT. Disebutkan dalam tafsir yang terdapat dalam situs Kementerian Agama, lakum diinukum waliyadiin berarti tidak ada perbuatan tukar-menukar dengan pengikut agama lain dalam hal peribadahan kepada Allah SWT. Ibnu Jarir Ath Thobari menjelaskan kalimat lakum dinukum waliyadin yaitu sebagai berikut:

“Bagi kalian agama kalian, jangan kalian tinggalkan selamanya karena itulah akhir hidup yang kalian pilih dan kalian sulit melepaskannya, begitu pula kalian akan mati dalam di atas agama tersebut. Sedangkan untukku yang kuanut. Aku pun tidak meninggalkan agamaku selamanya. Karena sejak dahulu sudah diketahui bahwa aku tidak akan berpindah ke agama selain itu.” (Tafsir Ath Thobari, 24: 704)

Umat Muslim diajarkan berbagai macam kebaikan dalam hidup termasuk ke dalam perbuatan untuk tidak loyal atau berlepas diri dari orang kafir, baik dari segi peribadatan, perayaan, atau hal yang menyangkut agama mereka.

Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad dan Abu Daud)

Sikap toleransi perlu ditangguhkan dalam diri setiap warga Negara Indonesia, karena sikap toleransi adalah suatu sikap atau perilaku manusia yang tidak menyimpang dari aturan, di mana seseorang menghargai atau menghormati setiap tindakan yang orang lain lakukan. Sikap toleransi sangat perlu dikembangkan karena manusia adalah makhluk sosial dan akan Selain itu dengan adanya toleransi antara pemeluk agama juga dapat mewujudkan masyarakat yang religius. Keindahan masyarakat yang religius, tercermin dari adanya kerjasama antar sesama golongan dalam masyarakat itu sendiri. Masyarakat Islam di Jawa sendiri sangat terkenal dengan sikap toleransi yang dijunjung tinggi seperti sikap Tepa Slira yang mengajarkan untuk selalu mengukur segala tindakan dengan mengandaikan diri sendiri sebagai patokannya.


Kerukunan beragama menunjukkan kondisi positif dari interaksi antar pemeluk agama. Interaksi antar umat beragama mencerminkan bagaimana agama difungsionalkan dalam konteks sosial. Dalam proses sosial ini, maka kondisi damai dan konflik bagaikan dua sisi mata uang dalam kehidupan manusia. Manusia berhubungan dengan pihak lain dapat berelasi secara asosiatif, tetapi dapat juga dissosiatif. Interaksi yang assosiatif adalah hubungan sosial dalam masyarakat terwujud dari adanya kehendak rasional antar elemen masyarakat, dalam pengertian segala hal yang disepakati bersama dan tidak bertentangan dengan norma dan nilai sosial yang berlaku. Proses ini mengarah pada semakin kuatnya ikatan antara pihak-pihak yang berhubungan. Di sisi lain, interaksi dissosiatif merupakan bentuk hubungan sosial yang mengarah pada perpecahan atau merenggangnya hubungan sosial antarpihak yang saling berhubungan.

Oleh karena itu, bentuk perilaku kehidupan dalam keberagaman agama di antaranya diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:

Melaksanakan ajaran agama yang dianutnya dengan baik dan benar, menghormati agama yang diyakini orang lain, tidak memaksakan keyakinan agama yang dianutnya kepada orang lain, toleran terhadap pelaksanaan ibadah yang dianut pemeluk agama lain, perilaku baik dalam kehidupan keberagaman beragama tersebut harus kita laksanakan. Tidak hanya di lingkungan keluarga, namun juga di sekolah, masyarakat serta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Hal inilah yang menjadi dasar untuk hidup saling berdampingan dalam kehidupan bernegara dan berbangsa.

Toleransi bukan kewajiban satu kelompok akan tetapi semua orang. Toleransi bukan kewajiban satu agama tetapi semua umat beragama. Ini menjadi suatu tantangan bagi kaum milenial Indonesia saat ini. Sebagai generasi penerus bangsa, anak muda harus mampu menjadi agen penebar toleransi. Anak muda tidak harus hanya menjadi generasi yang kreatif dan inovatif, tapi juga generasi yang ramah. Ramah kepada siapa saja tanpa harus mempermasalahkan perbedaan latarbelakang dan keyakinan. Karena memang itulah, yang menjadi karakter masyarakat Indonesia. Ramah, suka menolong, saling menghormati dan tidak pernah menebarkan kebencian kepada orang lain. Sebagai generasi penerus, pemuda harus menjadi generasi toleran demi terciptanya kerukunan antar umat. Pemuda seharusnya mampu menjadi tampuk perubahan sosial dan pemuda harusnya jadi penetrasi konflik diantara keberagaman konflik yang terjadi antar umat beragama di negara kita ini. Era milenial yang trend saat ini dengan kecanggihan teknologi harusnya mampu mengubah tantangan dan peran mereka, jika dulu pemuda berperan sebagai pelopor kemerdekaan. Pemuda era milenial harusnya bervolusi menjadi agen perubahan dalam menghadapi tantangan toleransi.


Untuk itu saya mengajak kaum muda Indonesia sebagai orang yang memiliki peran penting dalam membawa negeri ini dimasa depan, marilah kita membangun interaksi yang baik dan intensif. Mari kita tumbuh kembangkan lagi sikap toleransi di dalam diri dan lingkungan kita agar kebhinekaan terjalin erat kembali dalam diri dan negara yang kita cintai ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENTINGNYA SELF LOVE

Pengertian Self Healing dan Cara Melakukannya